CEMAS



Cemas, mungkin ku tak siap menghadapi cobaan yang menerpa.

Ada jarak yang nyata. Ada spasi yang memisahkan. Bukankah disitu, dengan nyamannya, letak rindu bersemayam?

Bagi sebagian orang biasa. Bagiku menyiksa. Bagimu, entah. Aku tak bisa mengenkripsi baris demi baris perasaanmu, even I continually try to understanding you.

Mendengar kabarmu disana, aku lega. Sakitmu sudah tak parah, kan? Tapi kudengar ada ganjalan yang makin kronis. Aku khawatir itu akan meledak. Terindikasi tak akan lama bertahan. Ganjalan itu berupa rindu.

Soal yang lain, harusnya aku tak khawatir. Toh, kamu bisa jaga dirimu. Kamu sudah mengerti apa yang harus dan tidak seharusnya dilakukan. Tapi tetap saja ganjalan ada padaku.

Dengan kejadian ini, aku harus sadar. Aku bukan satu-satunya orang. Tuhan menuntutku berlaku lebih, berkompetisi. Sebuah dialog tak berujung tentang bagaimana aku berlaku menjadi seseorang yang pantas. Menghadapi derasnya arus demi sebuah kelayakan.

Aku benar-benar cemas, dengan diriku. Apa yang bisa dilakukan? Harus seperti apa aku menyikapi? 

Aku sadar, ku tak boleh diam.

0 komentar:

Posting Komentar